tirto.id - Kim Yo-jong kurang mendapat porsi pemberitaan yang besar sejak kakak laki-lakinya, Kim Jong-un, menduduki posisi sebagai pemimpin tertinggi Korea Utara pada 2011. Namun pada Minggu (8/10/2017) kemarin sebuah keputusan penting muncul: Yo-jong diangkat menjadi anggota alternatif dari badan pembuat keputusan utama, demikian menurut laporan media pemerintah Korea Utara.
Seperti mayoritas anggota dinasti Kim yang memerintah Korea Utara, rincian biografi Kim Yo-jong masih samar. Yo-jong diyakini berusia akhir kepala dua, alias tak berjarak jauh dari usia kakaknya. Yo-jong juga diperkirakan menghabiskan waktu di sebuah sekolah asrama di Swiss selama masa mudanya.
Setelah Kim Jong-Un mengambil alih kepemimpinan, Yo-jong terdaftar sebagai wakil direktur departemen di komite pusat partai. Menurut Michael Madden, editor situs web North Korea Leadership Watch, peran propaganda resmi negara membuat Yo-jong dikenal sebagai "pembuat citra terkemuka untuk saudaranya dan (Korea Utara) secara keseluruhan," demikian dikutip dari Channel News Asia.
Sejak diberi tanggung jawab untuk mengembangkan propaganda pengultusan pemimpin tertinggi, Yo-jong naik daun di lingkaran penguasa Korea Utara. Media Korea Selatan, misalnya, baru-baru ini melaporkan bahwa Yo-jong telah menggantikan seorang kepala propaganda veteran dan telah mengambil alih kendali dengan "mengkonsolidasikan kekuatan Kim Jong-un" dan menerapkan "proyek pengabdian" terhadap pemimpin Korea Utara itu.
Baca juga: Aksi Nyaris Unfriend Korea Utara-Malaysia
Pada tahun 2011, dia tampil cukup mencolok di pemakaman sang ayah, Kim Jong-il. Dia kemudian tetap berada di luar sorotan publik sampai awal 2014 ketika sedang mendukung saudara laki-lakinya di pemilihan untuk mengisi kursi di legislatif. Sejak saat itu, dia telah membuat penampilan publik secara berkala bersama Kim Jong-un.
Amerika Serikat menempatkan Yo-jo sebagai sosok yang sama-sama berbahayanya dengan Kim Jong-un. Pada bulan Januari Departemen Keuangan AS mencantumkan daftar hitam Kim Yo-jong bersama dengan pejabat Korea Utara lainnya terkait pelanggaran berat hak asasi manusia. Sebuah laporan penting PBB pada tahun 2014 menemukan bukti kuat penyiksaan, eksekusi, pemenjaraan sewenang-wenang, kelaparan yang disengaja, serta hampir tidak adanya pemikiran dan kepercayaan bebas di negara ini.
Promosi jabatan yang diberikan sang kakak dipandang sebagai tanda bahwa Yo-jong dipercaya untuk mengemban tanggung jawab yang lebih berat. Posisi tersebut juga otomatis menjadikannya salah satu wanita paling kuat di Korea Utara—tentu saja di samping istri Kim Jong-un, Ri Sol-ju, atau bibi Yo-jong Kim Kyong-hee. Kyong-hee juga pernah menempati posisi yang sama seperti Yo-jong, lebih tepatnya dulu selama masa kepemimpinan Kim Jong-il.
"Ini menunjukkan bahwa rekam jejak dan pengalamannya jauh lebih substantif daripada yang diyakini sebelumnya. Ini konsolidasi lebih lanjut dari kekuasaan keluarga Kim," kata Michael Madden, seorang ahli Korea Utara, seperti dikutip Guardian.
Baca juga: Rudal Tak Berhasil Membunuh Kemanusiaan di Semenanjung Korea
Korea Utara adalah negara komunis paling awet yang dikuasai oleh dinasti keluarga. Kim Il-sung mendirikan negara ini sejak 1949 setelah Jepang melepas kontrol atas Semenanjung Korea pada 1945. Il-sung mengembangkan seperangkat tradisi pengkultusan diri yang dirumuskan dalam filosofi negara bernama Juche. Idealisme yang kemudian diwariskan kepada anaknya, Kim Jong-il, dan cucunya, Kim Jong-un.
Kim Il-sung merancang Juche sebagai turunan dari ideologi Marxisme-Leninisme namun khas Korea. Juche kemudian diadopsi sebagai prinsip utama yang dianut pemerintahan Korea Utara sejak 1950-an. Prinsip tersebut, secara teori, dijalankan untuk memajukan Korut dalam mewujudkan “jaju” atau kebebasan, melalui pembangunan “jarip” atau ekonomi nasional, dan dalam penekanan konsep “jawi” atau bela diri, sehingga tercipta masyarakat Korut dalam sosialisme ala Korut sepenuhnya. Penerapan konsep “jawi” diteruskan dalam kebijakan Songun atau memprioritaskan militer.
Pada tahun 2013, Klausul 2 Pasal 10 dari Sepuluh Prinsip Mendasar yang baru disunting dari Partai Pekerja Korea menyatakan bahwa partai dan revolusi harus dilakukan "selamanya" oleh "garis keturunan Baekdu". Baekdu adalah nama gunung di mana Il-sung berjuang melawan Jepang dan tempat kelahiran Jong-il lahir—setidaknya demikian yang dipercayai orang-orang Korut. Klausul tersebut makin memantapkan prinsip kedinastian Korut yang selamanya akan dipimpin oleh keturunan keluarga Kim.
Kim Kyung-hee adalah adik perempuan termuda Jong-il dan menjadi salah sosok penting di Korut terutama selama masa kepemimpinan kakaknya. Ia menggenggam beberapa posisi penting di Partai Pekerja Korea termasuk menjadi anggota Komite Sentral yang amat berkuasa di Korut. Kyung-hee juga pernah dipromosikan statusnya menjadi jenderal bintang empat dan membuatnya wanita Korut pertama yang mampu memperoleh pangkat tersebut, demikian menurut catatan BBC.
Baca juga: Jejak Berdarah Agen Pyongyang di Luar Negeri
Kyung-hee bersuamikan Jang Song-thaek, sosok penting lain di tubuh pemerintahan Korut era Kim Jong-il yang mati dengan tragis. Song-thaek mendapat jabatan sebagai wakil ketua di Komisi Pertahanan Nasional, posisi yang dinilai nomor dua setelah pemimpin tertinggi. Bersama istrinya ia menjadi penasihat kebijakan kunci bagi Jong-il.
Pada 2009 ia sangat dekat dengan Kim Jong-il. Posisi Song-thaek menjadi pemimpin lembaga paling berpengaruh terhadap kebijakan Korea Utara membuat ia digadang-gadang mampu menggulingkan pemerintahan Jong-il yang saat itu mulai sakit-sakitan. Namun kekuasaan Jong-il terbukti berlanjut sampai akhir tahun 2011, tepatnya hingga Jong-il meninggal di bulan Desember.
Setelah tongkat kekuasaan jatuh ke tangan Kim Jong-un, posisi Song-thaek kian terancam. Pada 8 Desember 2013 ia dikeluarkan dari Partai Pekerja Korea karena dituduh “anti-partai, melakukan tindakan kontra-revolusi” termasuk main perempuan, menyimpan “ambisi bermotif politik”, melemahkan “pedoman partai mengenai pengadilan, pembinaan, dan keamanan masyarakat” serta menghalangi “urusan ekonomi negara”.
Kejengkelan pemerintahan Korut, terutama Jong-un, memuncak pada tuduhan bahwa Song-thaek berniat makar. Pada 12 Desember 2013 Song-thaek diadili oleh pengadilan militer khusus Kemeterian Keamanan Negara, lalu dieksekusi. Penelusuran media Cina dan sejumlah pengamat Korut menunjukkan bahwa Song-thaek dieksekusi karena ia lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi—dan dengan demikian tak selaras dengan prinsip Songun Korut. Kematian Song-thaek disebut-sebut sebagai eksekusi pejabat negara paling signifikan sejak era Kim Il-sung.
Baca juga: Mengintip Cara Eksekusi Mati di Korea Utara
Anak Kim Jong-il baik yang seibu dengan Jong-un maupun tidak rata-rata pernah bekerja untuk pemerintah Korut di bagian propaganda. Kim Sul-song, misalnya, adalah anak Kim Jong-il yang lahir dari pasangan keduanya, Kim Young-sook. Ia disebut-sebut sebagai anak kesayangan Jong-il yang ditugaskan di departemen propaganda Komite Partai Pekerja Korea setelah lulus dari Jurusan Ekonomi Kim Il-sung University.
Ada juga Kim Jong-chul, kakak Kim Jong-un atau anak laki-laki pertama dari Kim Jong-Il dengan istri pertamanya, Ko Yong-hui. Kim Jong-chul belajar di sekolah internasional di Swiss. Sekembalinya ke Korut, ia bekerja di departemen propaganda Komite Partai Pekerja Korea. Ia sebenarnya kandidat kuat menggantikan ayahnya. Namun, menurut Kenji Fujimoto, juru masak sushi yang 13 tahun melayani Kim Jong-il, Jong-il pernah berkata bahwa Jong-chul tidak pantas menduduki jabatan pemimpin tertinggi Korut karena ia dinilai “seperti anak perempuan”.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf